Selasa, 11 September 2012

Kata-kata Mutiara Karya Parlindungan


Siapa Saja

Siapa saja yang hidup saat ini harus sadar "siapa sebenarnya kita dan Allah SWT. Siapa yang paling perkasa, “Kita atau Allah? Kalaulah kita yang paling perkasa jadikanlah ciptaan Tuhan sebagai pengganti Tuhan!"

Kesempatan

Bagun pagi tadi apakah kita telah bersyukur kalau kita masih sehat dan tak kurang satu apapun? Begitu juga dengan keluarga serta orang-orang yang kita kasihi. Mari kita jadikan bangun pagi sebagai kehidupan baru yang lama tapi harus terlebihdahulu mensyukurinya kalau kita masih hidup. Sayangkah Allah SWT sama kita? Atau justru menguji kita untuk selalu di tiap pagi mengingat Dia "Kalau Dia masih memberikan kesempatan kepada kita yang maish hidup".

Pekanbaru, 1 April 2009 (08.55 WIB)

Ingin Hidup

Orang akan teringat syukurnya terhadap Allah SWT pada saat ia tengah berulang tahun, dapat rezeki nomplok, dapat warisan, kenaikan pangkat, dan sebagainya. Tapi apakah ada orang yang bersyukur pada saat ia sedang bersedih karena ia masih diberi umur panjang? Banyak orang yang mati dan ingin hidup kembali untuk berbhakti. salam...

Pekanbaru, 2 April 2009 (10.04 WIB)

Bersyukur

Ada seorang wanita yang putus asa terhadap kondisi hidupnya. Satu saja tumbuh jerawat di mukanya, ia harus memvonis "Kalau Tuhan tidak adil!". Lalu bagaimana dengan orang-orang yang matanya buta, kaki dan tangannya tak ada, namun ia tetap saja bersyukur "Karena ia masih hidup dan diberikan alat pernafasan yang sempurna oleh Allah SWT.."

Pekanbaru, 3 April 2009 (11.11 WIB)

Tersenyumlah

Bergembira terkadang sulit dilakukan walaupun sudah diiringi dengan tawa yang terpaksa – ketika masih saja dalam hidupnya "fisikku tak sempurna!" Haruskah kita menyesali kalau bergembira dan tawa adalah salah satu sisi kehidupan yang tak penting dalam hidup ini? Atau justru berharap banyak kalau dalam hidup ini "susah dan gundah adalah teman setia kita?" Tersenyumlah untuk bersyukur!
Pekanbaru, 6 April 2009 (09.54 WIB)

Terbangun

Suatu malam aku terbangun dan terdiam sentak. Tak lama setelah itu aku terpikir, "Kalau aku sedang duduk di ruang gelap!" Walaupun aku sadar itu adalah ruang kamarku, tapi aku berandai, "Kalau aku di liang kuburku suatu saat nanti. Gelap, sendiri, bingung, penuh penantian, terpikir dosa, menangis, tak berudara, dan tak ada apa-apa. Hanya ada menunggu hari yang tak pernah satu orang pun pernah menjumpainya. Ya.., hari kiamat!!"

Pekanbaru, 7 April 2009 (09.06 WIB)

Sedekahlah

Tersenyum adalah tingkah yang paling sejuk - walaupun ia berada di tengah teriknya matahari. Dari senyum itu orang menilai kesejukan itu ada pada diri kita. Jadikanlah senyuman itu sebagai bahan pencarian orang apabila kita tak lagi senyum. Dan jadikanlah tangisan orang apabila kita tak lagi dapat senyum - karena kita untuk pergi sejenak atau selamanya tak kembali. Dialah sedekah yang paling berarti. Marilah bersedekah yang paling ringan. Tapi terkadang ia sulit dilakukan.
Pekanbaru, 8 April 2009 (09.31 WIB)

Suci, Kita yang Tahu

Mampukah seseorang untuk berbicara sesungguhnya dengan hati? Pasti ia mampu berbicara setiap harinya – karena hati tidak pernah berbohong. Hanya sifatlah yang mampu mengalahkan hati yang suci – karena suci ada di setiap kita yang tahu.

Pekanbaru, 14 April 2009 (11.30 WIB)

Air Mata

Bagaimana kalau dalam hidup ini tak ada air? Manusia justru mencari temuan lain yang dapat memanfaatkan pengganti air sebagai alat pendukung dalam berbagai kegiatan kehidupan. Dan bagaimana kalau dalam hidup ini tak ada mata sebagai alat penglihatan? Maka manusia selalu meraba dalam setiap kegiatan dan mencampakkan jauh-jauh kaca mata. Lalu bagaimana kalau dalam hidup ini tak ada air mata??

Pekanbaru, 15 April 2009 (10.14 WIB)

Dia pun Entah

Tiada yang kekal kecuali yang paling abadi. Tiada yang hidup kecuali yang paling bisa mematikan. Tiada yang bisa melihat kecuali dia yang tak pernah tidur. Tiada yang paling maha kecuali dia yang selalu dicari dan dia pun entah.
Pekanbaru, 16 April 2009 (10.09 WIB)

Dia Ada

Banyak kita yang hanya sekadar tahu kalau dia itu ada. Tapi selalu saja sembunyi di tempat yang paling mulia. Namun hingga saat ini ketidakadaan justru menjadi alasan kita untuk melupakannya. Bukti dia ada ketika kita dan keluarga maupun orang yang kita sayangi masih bisa menatap kita dengan utuh.
Pekanbaru, 16 April 2009 (10.21 WIB)


Kata Itu Pahit

Kata yang paling berharga setiap kedipan mata kita adalah, tutup. Setiap kedipan itu kita rasakan sekarang, kalau kedipan itu indah. Makanya ia berharga. Kemudian yang paling indah adalah tutup. Karena dengan tutup semua tak bisa ambil pilihan – karena tutup adalah semua akhir cerita yang pernah ada dan waktu yang belum tentu kita temukan kelak. Buat anda yang selalu diawali dengan indah dan diakhiri dengan pahit.

Pekanbaru, 16 April 2009 (14.33 WIB)

Kayu di Danau Tua

Tak ada yang paling tangguh selain Ibu. Ia bagaikan kayu yang terbentang di tengah danau tua sebagai alat penyebrangan orang. Padahal dulu Ia takkan pernah rela seekor nyamuk pun hinggap ke tubuh kita. Dia kini tetap saja berada di tengah danau tua itu tanpa harus mencari tahu apa harapan ia terhadap orang-orang yang menginjakkan kakinya ke kayu itu. Ia memang ada di mana-mana, tapi belum tentu ia ada di hati kita. Cium tangan-Nya setiap kita berulang tahun, karena tanggal itu adalah nyawa bagi-Nya dulu.

Pekanbaru, 17 April 2009 (10.42 WIB)

Kuanggap

Tak ada yang kuanggap aku bahagia kalau satu hari saja aku tak mengingat Ibu. Tak ada yang paling aku anggap sedih ketika Ibu melahirkanku. Tak akan pernah Aku rela ketika Ibu masih saja sedih karena satu hari saja aku tak mengingatnya. Apalagi Ia ada di hadapan Allah SWT.

Pekanbaru, 17 April 2009 (11.21 WIB)


Kita yang Aneh

Ada saja kita ini! Sudah bisa menatap diri kita saja masih dianggap kurang lengkap. Ada saja yang ingin diminta dan harus tercapai dalam waktu singkat. Bahkan tanpa harus menyadari kalau masih ada seiman dengan kita yang tak bisa menatap dirinya. Bersyukur adalah sikap yang pas untuk menatap semuanya, tak saja diri kita degub jantung kita pun bisa terasakan.

Pekanbaru, 19 April 2009 (17.20 WIB)


Segala-gala

Tiada wajah seindah ibu, tiada tangisan semerdu ibu, tiada kata berseri selain raut wajah ibu, tiada ketulusan selain keikhlasan ibu, tiada kasih selain do'a ibu, tiada harapan selain tatapan tajam mata ibu. Segalanya ada pada ibu, dan ibu adalah ada pada segalanya. Segalanya itu pun ada di telapak kakinya. Subhanallah.

Pekanbaru, 21 April 2009 (10.31 WIB)


Sempatkah Kita Tertawa?

Masih sempatkah kita tertawa ketika masih saja ada di antara kita menyudahi menatap anak-anak kecil berlari tanpa menggunakan kaki? Ibu yang menetekkan anaknya dengan debu dan tahi? Seorang bapak yang pergi pagi pulang malam yang uang ia dapati habis disikat birokrasi? Masih ingatkah kita tentang segala kekurangan dan kepura-puraan ini? Hanya gara-gara persoalan hati kita harus tertawa bersama penderitaan orang lain dan tak pernah menerima takdir akibat ketidakpastian ini.

Pekanbaru, 21 April 2009 (11.07 WIB)


Jangan Anggap

Meneguk secangkir kopi hitam setiap pagi, aku anggap sebagai penyemangat aku bekerja. Sambil memejamkan mataku pada saat mencicipi kopi panas itu, pada saat membuka mataku kembali, aku sadar, kalau tak selamanya lambang hitam itu tak menyenangkan. Warna adalah warna! Jangan anggap warna sebagai lambang yang mengakibatkan kita syirik.

Pekanbaru, 22 April 2009 (09.54 WIB)


Nafsu Dua Sisi

Ada seorang anak, dia sedih karena tak mampu membeli sebungkus nasi. Sementara seharian dia belum dapat rezeki dari jasa semir sepatunya. Namun aku melihat ia tak larut atas kesedihannya. Dia terus berusaha bekerja untuk mendapatkan uang agar nasi ramas yang dia inginkan bisa tercapai. Itu adalah cita-cita singkat. Tapi banyak anak dewasa yang terus memaksa orantuanya untuk mendapatkan sebuah mobil. Dan permintaan itu harus dapat dalam waktu paling singkat tanpa dia harus berusaha selazimnya. Itu adalah nafsu.dua sisi

Pekanbaru, 22 April 2009 (10.37 WIB)


Pilihan Mati

Seorang bapak bertanya kepada anak bujangnya, “Apa yang kau inginkan ketika bapakmu akan mati?”

“Aku mau..” hanya kata itu.

“Apa yang kau inginkan ketika ibumu akan mati?” tanya bapak lagi.

“Aku mau…?” kata itu lagi yang ia bisa jawab.

“Apa yang kau ingin gapai ketika bapak dan ibumu akan mati selama-lamanya?” tanya bapak kepada bujangnya lagi.

“Hmm…” dengum itu saja.

Anaknya masih saja berpikir akan bagaimana kalau pilihan itu terjadi padanya. Pernahkan kita mendengar, kalau si anak rela mati agar bapak dan ibunya tak mati dengan suatu pilihan?

“Daripada bapak dan ibu mati karena suatu pilihan, aku rela mati asalkan bapak dan ibu tak mati, agar kedunya bisa mendo’akan aku menjadi anak yang berbhakti!”

Kita tahu, untuk membesarkan kita, keduanya telah mati-matian. Akankan keduanya harus mati dahulu? Sementara kematian itu seharusnya ada pada kita.

Pekanbaru, 22 April 2009 (10.58 WIB)


Pentingnya Marah

Marah terkadang menjadi hal yang penting ketika hati tengah gundah. Tak ada lagi katanya, "marah itu sahabat setan!" karena amarah itu perlu dilakukan. Ironisnya, marah ini mampu melakukan perubahan. Tapi ingat, marah bukan kebutuhan – melainkan sahabat yang paling kita kucilkan. Dia tetap sahabat, tepapi dia akan dimanfaatkan pada saat marah itu penting. Tapi, kapan penting itu muncul? Ya, pada saat kegembiraan sudah tak dapat diraih.

Pekanbaru, 23 April 2009 (09.43 WIB)


Putus Asa dan Tabah

Putus asa selalu melekat pada sikap yang lemah. Dia menjadi teman setia ketika putus asa itu tak mampu diobati. Berbagai cara dilakukan agar putus asa jauh, namun dia tetap saja ada pada yang lemah. Serahkan putus asa itu di setiap waktu yang tak luput dari kekurangan. Anggap kekurangan sebagai obat keputusasaan. Karena keputuasaan adalah bakteri penyemangat untuk menguji kita bisa tersenyum dan tabah.
Pekanbaru, 24 April 2009 (09.15 WIB)


Puas Adalah Waktu yang Aneh

Kepuasan selalu menjadi waktu yang paling aneh. Dia selalu menjadi incaran siapa saja orangnya. Dan tidak pernah ketemu di mana kepuasan itu berada. Bahkan kepuasan selalu diraih dengan berbagai cara, termasuk nyawa taruhannya. Aneh memang. Tapi apakah tuhan sengaja mengabur-ngaburkan kepuasan itu agar dia selalu dicari dan terus digapai? Kepuasan hanya ada di dalam jiwa yang qona'ah.

Pekanbaru, 24 April 2009 (15.40 WIB)


Tak Selamanya Sesat

Hari Sabtu aku dengan seorang teman menggunjing tentang temanku yg menikah hari itu tanpa direstui oleh bapak kandungnya. "Kenapa zaman sekarang masih saja ada orangtua yg intervensi pilihan anak soal jodoh. Yang “makai” ‘kan anaknya, bukan bapaknya?" kataku kepada temanku. "Ia, aneh!" jawabnya. Hari Minggunya aku dapat kabar, "Kalau temanku itu menikah bersama seorang perempuan yang sudah memiliki seorang anak tanpa diketahui siapa bapak dari anak itu”. Tak selamanya ketidakinginan orangtua itu sesat bagi anak kandungnya.

Pekanbaru, 27 April 2009 (09.59 WIB)


Anak Kini Terbuang

Anak bukan titipan. Anak bukan rezeki. Anak tidak anugerah. Anak bukan berkah. Anak bukan harapan.

Anak adalah tangis. Anak adalah buang. Anak adalah kacau. Anak adalah pilu. Dan anak adalah karam padam.

Kini ia terbuang, tak siang dan tak malam. Hanya terbuang oleh harapan.

Pekanbaru, 27 April 2009 (12.06 WIB)


Kita Lupa

Bencana terkadang menjadi ajang solidaritas orang, cari perhatian, dan memanfaatkan peluang melalui kelemahan. Tapi paling dijauhkan, "Kalau bencana adalah sebagai ajang mengingat sewaktu bahagia dulu dan menyadari kalau bencana itu adalah akibat kita lupa". Tuhan adalah Maha Kuasa bagi segala kita yang selalu mengaku kuasa.

Pekanbaru, 27 April 2009 (12.52 WIB)

Enak Itu Jujur

Ramah dalam berdagang sebenarnya adalah faktor utama agar laris. Enak makanan yang dijual adalah nomor dua. Cepat saji terkadang menentukan langganan untuk tetap berbondong datang. Dan dagangan bersih memang wajib ada. Tetapi hal yang tak nampak selalu menjadi prioritas pedagang, yakni kejujuran. Kalau tak jujur, bisa saja dagangannya dikatakan bersih, enak, cepat saji, dan ramah yang dibuat-buat. Utamakan jujur.

Pekanbaru, 28 April 2009 (09.37 WIB)


Bulan dan Matahari adalah Waktu yang Tepat

Bulan dan matahari bukanlah budak manusia, dia adalah petugas yang patuh terhadap atas perintah-Nya. Tak sama dengan arloji yang dapat diputar-balikkan. Makanya, Aku manfaatkan bulan dan matahari sebagai waktu yang pasti untuk menentukan diri, "Mau kemana Aku?". Introfeksi adalah waktu yang paling tepat.

Pekanbaru, 28 April 2009 (09.37 WIB)


Petang Bukan Sebagai Petanda

Hari menjelang petang. Kerjaan terkadang membuat hidup kita terang. Petang bukan berarti petanda pekerjaan akan berakhir sudah, melainkan masih ada jenjang yang lebih menyulitkan lagi pada esok dan pada hari yang akan datang belum kita terka.
Pekanbaru, 28 April 2009 (14.58 WIB)


Kebohongan Bathin

Orang yang tak pernah beruntung di bathin dalam hidupnya adalah, orang yang setiap omongannya mengandung kebohongan. Setiap apa saja yang dia katakan lebih mengedepankan kata “tak” dan “entah”. Kemudian setiap apa saja yang ia katakan tak sepintas orang pun percaya – sehingga ia harus pasrah terus menahan atas siksaan bathin dunia. Apalagi yang ia harus perbuat ketika kepercayaan saja orang pun enggan bersahabat?

Pekanbaru, 30 April 2009 (11.03 WIB)


Kita Adalah Hati yang Tak Tampak

Kita bukanlah muka kita. Kita bukanlah nama kita. Kita bukanlah badan kita yang tampak. Kita adalah kita yang tak pernah tampak. Muka adalah identitas. Nama adalah julukan. Badan kita adalah tompangan. Kita di hati kita. Hatilah yang menentukan kita “apa” dan “siapa”, “ baik” dan “buruk”, dan “taqwa” atau “tidak”.

Pekanbaru, 01 Mei 2009 (10.34 WIB)


Kata Indah di Pertengkaran

Kata indah tidak saja ada pada saat ustad memaparkan materi keislamannya. Kata indah tidak saja hadir ketika penyair menulis sajaknya. Kata indah tidak saja muncul ketika nasihat menjadi ejaan penting. Tapi, kata indah terkadang terlahirkan dari sebuah pertengkaran hebat. Ada berkah di sana dan ada perbaikan jiwa yang tersulut oleh api. Mari berdamai.

Pekanbaru, 01 Mei 2009 (10.39 WIB)


Jalan Panjang Tak Berujung

Menjadi yang terbaik tidak saja dari sebuah cita-cita yang terkabul, melainkan dari hasil gambar tatapan mata yang jujur adalah cita-cita yang sering terlupakan. Dialah jalan panjang tak berujung itu.

Pekanbaru, 04 Mei 2009 (10.19 WIB)


Salam Angan

Salam adalah pertemuan yang penting bagi aku. Mengingat adalah angan yang patut disalam kembali.

Pekanbaru, 04 Mei 2009 (14.41 WIB)


Rasa Sungkan Bagi Bangsa Ini

Biasalah. Setiap ada pesta demokrasi selalu ada berbagai macam saran dan kritikan supaya kehendak masing-masing mau direspon dan direalisasikan. Kalau tidak, justru ego fisik dan ego hati yang dendam lebih dikedepankan. Mana mau tahu yang lebih dipentingkan itu adalah “bangsa dan rakyat”. Tak penting lagi rasa malu dan rasa sungkan pada bangsa ini yang berdiri di tiang rapuh. Rapuh dari berbagai persoalan yang membuat bangsa ini bisa rubuh. Sekarang dicari pemimpin yang mampu menahan tiang rapuh itu – kemudian diperbaiki agar kokoh kembali. Dialah rasa persatuan dan saling menyayangi antar sesama. Ingat bangsa ini harus berprinsip untuk tak melupakan rasa persatuan. Biarlah perbedaan itu sangat mencolok saat ini, tapi persatuan yang telah diwariskan agar bisa diwarisi kembali ke anak cucu nanti. Biar mereka tahu, “Kalau pada masanya dia merasakan ada persatuan di lingkungan mereka”.

Pekanbaru, 5 Mei 2009 (10.23 WIB)


Bingkai Tak Dikenang

Sejarah memang tak mampu kita ulang, tapi kita bisa mengulanginya dalam introfeksi diri di masa kini. Yang dulu adalah yang lalu, yang baik dulu adalah tetap masa kekinian. Yang buruk sejarah dulu, ia adalah bangkai yang tetap menjadi bingkai untuk tak dikenang.

Pekanbaru, 6 Mei 2009 (10.29 WIB)


Malam yang Mengancam

Malam kerap dijadikan waktu persiapan esok. Pagi selalu dijadikan hari untuk menggesa agar tak terlambat. Siang akrab dinobatkan sebagai jam istirahat. Sore dan petang adalah mempersiapkan untuk kembali menemukan malam. Malam kembali ditemukan untuk persiapan esok yang belum tentu pasti menemukan pagi hingga petang. Karena mati selalu mengancam pada tidur malam kita.

Pekanbaru, 6 Mei 2009 (11.15 WIB)


Halal Adalah Segalanya

Maka bertanyalah seorang anak ke Ibunya, "Kenapa aku tak boleh ikut memulung bersama Ibu?" seperti percakapan biasa ibu menyampaikan, "Dari barang bekas ini Ibu menunjukkan ke kamu, kalau kau harus menjadi sarjana seperti anak kebanyakan! Agar kamu tahu kalau pekerjaan ini masih halal, Nak!" anak pun kembali memainkan mobil-mobilan hasil mulung ibunya.

Pekanbaru, 7 Mei 2009 (10.32 WIB)


Cium Kening Ibu Karena Tak Miliki Kaki

“Bu! Aku sudah sarjana!” kata anak ke Ibunya sesudah wisuda sarjana. “Ia, Nak. Mari kita pulang. Ibu harus memulung kembali agar kau bisa makan enak malam ini – sebagai hadiah Ibu ke kamu,” kata Ibu sesudah mencium kening anaknya yang masih mengenakan pakaian toga. “Ia, Bu,” anak pun mencium kening Ibunya yang tak memiliki kedua kaki itu.

Pekanbaru, 7 Mei 2009 (10.49 WIB)


Marginalisasi Budaya

Makhluk berbudaya, dialah yang masih menganut setiap kebaikan masa lalu di dalam masa kininya. Manusia yang berbudaya (kini) adalah, dia yang tetap memandang westernisasi adalah kiblat baginya, dan budaya lama adalah marginalisasi.

Pekanbaru, 8 Mei 2009 (10.05 WIB)


Apa Arti Sebuah Nama?

"Kamu saya tangkap! Karena kamu pengedar narkoba" kata polisi kepada Amir.

"Tidak! Saya tidak pengedar narkoba!" jawab Amir.

"Coba lihat KTP kamu!" sambil mengambil KTP dari saku Amir.

"Ooo.. Ia...maaf! Ternyata kamu bukan Ardi yang kami maksud!"

Kalau sudah seperti itu, siapa yang bilang "Apalah arti sebuah nama?"

Pekanbaru, 8 Mei 2009 (10.19 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar